"Waktu saya dan suami bersekolah di Inggris, sekitar tahun 1992, sedang maraknya dengan tembak target. Awalnya, suami yang membeli bermacam-macam senjata tersebut. Harganya jauh lebih murah di Inggris, variety juga lebih banyak di sana," jelas istri Poempida Hidayatulloh itu baru-baru ini.
Menurut Rina, pada tahun 1992, sport gun di Indonesia belum marak. Selain melihat adanya peluang, Rina dan suami juga merasa memiliki kemampuan mengembangkan usaha tersebut.
Maka di sela-sela kegiatan studi, mereka memulai usaha pada bidang sport gun tersebut. Tugas memilih senjata diserahkan kepada sang suami. Ia lebih menekuni tentang mixed and matched senjata-senjata itu. "Bagaimana senjata itu enak dipakai," tutur ibu empat anak ini.
Pada tahun 1998, ketika ada kerusuhan sosial yang menimpa Indonesia, beberapa teman menyarankan Rina untuk mengembangkan usaha mereka. Bukan sekadar sport gun, tapi juga menyediakan tenaga pengamanan. Tak lama berselang, lahirlah perusahaan sekuriti Universal Security Indonesia (USI).
Ia sendiri dan suami yang merancang pelatihan bagi anggota baru. Ia mengajari orang-orang tersebut tentang bagaimana mengamankan keadaan, mengatasi situasi genting sampai harus berpenampilan saat bertugas.
"Kami terus melakukan hal itu secara total, sampai ke kawal angkut. Dalam dunia sekuriti, apabila sudah melakukan layanan kawal angkut, maka perusahaan sekuriti tersebut sudah bisa dikatakan bagus," jelas Rina.
Rina cukup tahu diri. Yang menjadi pelaksana di lapangan dalam perusahaan mereka adalah sang suami. "Ada hal-hal tertentu dalam dunia sekuriti ini yang memerlukan antisipasi yang cukup cepat dan tepat. Saya juga harus memperhatikan kepentingan anak-anak. Di USI, suami bertindak sebagai CEO,sedangkan saya sendiri sebagai Komisaris," ucapnya.
Perusahaan sekuriti milik Rina dirancang agar bisa diturunkan kepada anak-anak mereka. "Pemikiran saya dan suami adalah long term, kita harus berupaya untuk selalu tetap eksis sampai perusahaan ini bisa diturunkan kepada anak," paparnya.
Dalam bisnis ini, Rina termasuk orang awam. Ia dan suami tidak memiliki latar belakang pendidikan tentang perusahaan sekuriti. Untuk mengatasinya, mereka berdua rajin mencari informasi dari buku dan internet.
Untuk tenaga pengajar, Rina mengandalkan tenaga kepolisian. Menurutnya untuk suatu hal yang tidak ia mengerti, maka jauh lebih baik diserahkan kepada ahlinya.
Klien USI kebanyakan dari perbankan, perusahaan BUMN, juga rumah ekspatriat. "Kita tidak mengambil mal, karena dengan bayaran sama, risiko pengamanan di mal itu jauh lebih besar. Setiap menit banyak orang datang, kalau kecolongan sedikit saja waah... bisa bahaya," jelasnya.
Untuk ke depan, Rina ingin melengkapi usaha sekuritinya dengan security box. Targetnya, klien aman menyimpan barang berharga di dalam security box. "Sistem pengamanannya pun berlapis, seperti di film Da Vinci Code," paparnya. (*/Kompas)
Komentar
Posting Komentar