Bagaimana mengelola rasa aman di jalan? Mungkinkah?


Kemarin, saya  menerima pesan masuk di FB saya, dari Mario Teguh:
“Hari ini ekonomi menjadi semakin pelik dan sibuk, semakin banyak orang pandai, biaya hidup semakin tinggi, dan segala sesuatu dipersaingkan.
Sehingga,
Tidak bertindak karena menghindari resiko, adalah justru keputusan yang sangat beresiko.
Dalam bertindak itulah, kita melatih diri untuk mengerti tuntunan Tuhan agar kita menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada semua masalah dan resiko”.
Manajemen risiko saat ini merupakan salah satu ilmu yang  sedang digalakkan, bukan hanya sesuai untuk mengelola perusahaan, namun juga penting untuk mengelola keluarga, maupun untuk diri sendiri. Jika selama ini saya hanya mendengar dari cerita teman, membaca di milis atau di surat kabar tentang beberapa kejadian, entah penipuan, perampokan, penculikan di taksi atau di angkot, kemarin kejadian tersebut justru menimpa orang yang dekat dengan saya. Syok, panik, sempat tak bisa mengatakan apa-apa, syukurlah beberapa detik kemudian saya bisa menenangkan diri, dan langsung mengambil langkah dengan menghubungi teman-teman yang ada di kota kejadian tersebut. Syukurlah, masih selamat tak kurang suatu apa, walau untuk menyembuhkan traumanya memerlukan waktu yang cukup lama. Namun dengan bantuan orang yang menyayanginya, saya berharap semua cobaan ini bisa dilalui. Dan kejadian ini bukan di Jakarta, namun di kota yang merupakan kota wisata terkenal di Indonesia, bahkan di dunia. Berarti…kita memang benar-benar harus selalu waspada.

Jika memikirkan rasa aman di jalan umum, sebenarnya sejak saya masuk kota Jakarta untuk job training pada awal tahun 1979, om tempat kost rajin berpesan setiap kali saya mau berangkat keluar rumah. “Hati-hati di jalan, fokus ke tujuan, jangan mudah menjawab jika ditanya orang. Segera pulang dan hati-hati jika gelap, berjalanlah selalu ditempat terang, dan jangan berjalan santai, yang bisa memberikan peluang bagi orang yang berniat tidak baik. Dan berhati-hatilah jika mau naik kendaraan umum, perhatikan posisi tempat dudukmu, selalu berada dimana engkau mudah meloncat keluar,” kata om lagi.
Teman satu kost yang memang lebih berpengalaman memberikan tambahan resep “Agar tak mudah celaka, selalu naik kendaraan umum dengan kaki kanan dan turun dengan kaki kiri, agar jika sopir langsung tancap gas, kita tak terjungkal.” Saya dan teman satu kost,  sering kali terpaksa pulang agak malam, karena dari kantor langsung membeli berbagai keperluan. Saat itu kami selalu berusaha menghindari jalan yang gelap, dan memilih jalan yang terang, walau kadang kena risiko disambar kendaraan bermotor. Itu tadi tahun 1979, kira-kira 31 tahun yang lalu, bagaimana keadaan sekarang? Hidup di kota besar di Jakarta memang harus ekstra hati-hati dan selalu waspada. Bahkan di kantor pun harus sedia baju satu set dan makanan, siapa tahu suatu ketika terjebak di kantor tak bisa pulang ke rumah. Ini memang  terbukti, karena saya pernah terjebak pada situasi yang membuat terpaksa tidur di kantor, atau kalau pulang malam risikonya lebih tinggi.
Si mbak yang mengelola rumah saya di Bandung, pernah ketemu orang yang pura-pura menanyakan alamat di jalan, kemudian diajak mengobrol sampai semua uang dan perhiasannya diambil. Rasanya memang tragis, karena kita menjadi kawatir jika ada orang (yang mungkin memang orang baik) yang mau minta tolong dan tak berani menjawab. Saya ingat pesan alm ayah saya, “Jika ingin minta tolong, entah menanyakan alamat jalan atau apa, jangan bertanya pada setiap orang yang lewat, namun tanya pada orang yang memang punya wewenang, seperti polisi dsb nya.” Di Jakarta, beragam tindak kejahatan banyak sekali terjadi, lingkungan perumahan juga tak selalu menunjukkan daerah aman. Si mbak  pesan agar saya hati-hati jika mau jalan ke mulut gang, karena beberapa bulan ini saya memilih jalan kaki agar bisa sedikit olah raga dan nanti ambil taksi dari jalan besar. Ternyata ada dua kejadian, karyawati yang berangkat kerja ditarik tasnya oleh pengendara sepeda motor, sedang lainnya dipreteli perhiasannya.
Ada beberapa hasil diskusi dengan teman, untuk menyiasati bagaimana jika naik kendaraan umum, yang saya tulis di bawah ini:
1. Jika naik bis atau angkot.
Pastikan bahwa kendaraan umum tersebut cukup penumpang (hindari naik kendaraan umum yang kosong dan duduk dipojok belakang), penumpangnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Karena pernah terjadi, kendaraan umum pintunya ditutup dan dilarikan ke tempat sunyi, penumpangnya dipreteli perhiasan serta uangnya. Dan risiko makin tinggi, jika penumpang perempuan masih muda, karena bisa mengarah ke tindak kejahatan yang lebih berbahaya lagi. Pilih posisi yang dekat pintu keluar namun tetap bisa berpegangan, sehingga tidak terjebak.
2. Jika naik taksi
Pilih taksi yang memang dikenal, pelayanannya baik dan aman. Saya dulu sering terpaksa tak bisa memilih taksi setelah pulang dari periksa dokter di bilangan jalan Rasuna Said, saya ambil taksi di pinggir jalan persis di bawah lampu jalan, dan baru memberhentikan taksi jika merasa taksi tersebut akan aman. Dan begitu masuk taksi, saya langsung menelepon, bahwa saya naik taksi xxxx dengan nomor pintu xxxx…walaupun kadang ini telpon bohongan. Tapi yang jelas saya kirim sms pada si mbak. Dan saya selalu mengarahkan sopir taksi, bahkan untuk setiap belokan, sehingga sopir tak sempat melewati jalan-jalan yang rawan. Tapi kalau bisa memilih, saya akan memilih taksi yang benar-benar dikenal pelayanannya. Pada umumnya sopir juga menyadari jika penumpangnya kawatir, pak sopir sempat bertanya, dan saya menjawab jujur. Saya juga selalu berjaga-jaga, uang yang di bawa tak seberapa juga uang di ATM (karena saya membatasi jumlah uang yang ada di tabungan, yang dapat ditarik melalui ATM).
3. Naik kereta api
Walaupun kereta api eksekutif jangan pernah meninggalkan barang berharga di kursi saat akan pergi ke toilet. Teman saya pernah kehilangan kopernya (padahal koper besar) yang penuh berisi barang belanjaan batik tulis yang baru dibeli dari Solo. Juga ada yang pernah kehilangan laptop, yang isinya pekerjaan.
Apakah rawan hanya di kendaraan umum? Tentu tidak, saya pernah mengalami naik mobil pribadi ditabrak oleh mobil di belakang kami diperempatan Harmoni karena mobil belakang lagi dikeroyok “kapak merah”. Kami kaget mendengar suara “dugg…dug…dug..” yang ramai …… kemudian braaaak….” Bemper belakang mobil kami ditabrak. Karena saat itu kami berempat, sopir dan anakku yang duduk di depan langsung membuka mobil….dan betapa kagetnya saya saat menengok ke belakang melihat sopir belakang dikerumuni sekitar 3-4 orang yang semuanya memegang kapak berwarna merah. Karena kami ribut, ditambah para pengendara sepeda motor juga ikutan berhenti, yang membuat jalan makin macet..para pembawa kapak merah tadi lari cerai berai. Sayang sekali saat itu tak terlihat polisi seorangpun.
Pengendara mobil mengajak kami ke halaman sebuah kantor, agar dia bisa mengganti kerugian, namun kami mengatakan tak perlu dipikir karena kebetulan mobil saya diasuransikan. Si bapak pengemudi mobil terlihat terharu, beberapa kali membungkukkan badannya…mobilnya penyok..dan syukurlah mobil kami tak terlalu parah kerusakannya. Namun ide menabrakkan mobil ke mobil depannya patut dihargai, tapi saya juga nggak menyarankan, jika mobil di depan kita adalah mobil mahal….maklum jika hanya mengklakson, pengemudi lain tak terlalu peduli.
Apakah di rumah selalu aman? Jawabannya adalah TIDAK. Betapa seringnya kita mendengar, ada orang dibunuh justru di rumahnya sendiri. Hubungan baik dengan tetangga merupakan salah satu kunci agar kita juga merasa nyaman dan aman di rumah. Namun juga tetap harus waspada, jangan mudah membukakan pintu tanpa mengenal siapa orang yang datang. Biarlah kita mendapat risiko menjadi orang yang  dianggap sombong karena tak berani membukakan pintu. Saya sendiri sering tak dibukakan pintu, walaupun itu rumah saudara karena si mbak nya masih baru dan belum kenal, dan kami tak boleh marah. Kehidupan sekarang memang membuat kita harus selalu waspada.
Bagaimanapun kita telah waspada, masih ada jalan bagi para penipu/penjahat untuk mendapatkan korbannya. Tak bisa lain, maka sebagai orang yang beragama, sebelum melanjutkan perjalanan kita berdoa agar selalu dilindungi oleh Nya. Karena risiko yang ada, sebagaimana ditulis pada quote dari pak Mario Teguh di atas, segala sesuatu bukanlah untuk dihindari namun dikelola, karena manusia adalah makhluk social yang selalu berhubungan dengan sesama. Bahkan risiko itu selalu ada walaupun kita hanya tinggal di rumah.
Catatan:
Tulisan ini untuk mengingatkan anak-anakku, dan keponakanku, bahwa kita harus selalu waspada, dan berdoa agar selalu dilindungi oleh Nya. Amiin
(https://edratna.wordpress.com/)

Komentar